Kamis, 30 Oktober 2014

DITEMUKAN POHON TEMPAT BERSARANG LEBAH HUTAN Apis dorsata binghami TERBANYAK DAN KETIGA SUB SPESIS LEBAH HUTAN Apis dorsata DI PULAU SERMATA, KEC. MDONA HYERA, KAB. MALUKU BARAT DAYA (beberapa catatan kegiatan Klasis GPM Pp. Babar dari “Pulau Madu”)




Jemaat GPM Regoha baru saja menjadi tuan rumah pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi umat, khususnya jemaat-jemaat GPM se-pulau Sermata. Program tersebut terelisasi atas kerjasama dengan Biro Pembangunan Masyarakat dan Lingkungan Hidup serta Yayasan Ina Ama, terutama untuk kehadiran fasilitator; Ir. J.A.S. Lamerkabel, M.Si, Dosen Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, Tenaga Ahli Serangga Berguna (Lebah Madu) bersama K. Pentury, S.Si (Tenaga Laboran Biologi Fakultas MIPA Universitas Pattimura). Kegiatan Sosialisasi dan Pelatihan yang dibuka oleh Ketua Klasis GPM Pp. Babar, berlangsung pada tanggal 21 – 22 Oktober 2014 dan dihadiri oleh 40 orang utusan dari 6 jemaat, diantaranya adalah Pemburu Lebah Hutan Apis dorsata.

Pada hari pertama, dengan gayanya yang khas, Ir. J.A.S. Lamerkabel, M.Si yang akrab dipanggil pa Bob menyanjikan materi Pemeliharaan, Pengelolaan dan Pengemasan Madu Hutan Apis dorsata Untuk Peningkatan Kualitas Dalam Rangka Peningkatan Ekonomi Jemaat GPM Di Pulau Sermata. Sehari penuh, tidak membuat para peserta menjadi jenuh. Dengan sangat antusias para peserta mengajukan berbagai pertanyaan yang memperlihatkan adanya keinginan kuat untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan mulai dari, jenis lebah, flora pakan lebah, strata lebah, cara memanen sarang lebah yang berazaskan lingkungan, cara memproduksi sarang lebah madu yang higenis, produk lebah, cara menurunkan lokoni lebah untuk mengurangi resiko jatuh, cara pengepakan, dll. Bahkan tidak saja di dalam ruangan, diskusi lanjutan terjadi di luar dengan sangat akrab. Malam hari dilakukan persiapan praktek lapangan dengan pembagian kerja, terutama mengarahkan para pemanjat pohon tempat koloni lebah.

Hari kedua, fasilitator bersama semua peserta bersama beberapa warga jemaat Regoha berangkat ke tempat praktek. Ternyata, pada jarak + 1 km dari desa Regoha ditemukan sebuah pohon beringin tempat bersarang lebah dengan jumlah koloni/sarang lebah yang sangat mengejutkan, sebanyak 64 koloni/sarang. Menurut Ir. J.A.S. Lamerkabel, M.Si, lebah hutan Apis dorsata dengan ciri koloni yang lebih dari satu adalah sub sepsis Apis dorsata binghami. Yang mengejutkan, bukan saja jarak yang sangat dekat dengan tempat hunian penduduk, tetapi jumlah yang mencapai 64 koloni telah mengalahkan rekor  di India dengan temuan jumlah 58 koloni lebah hutan Apis dorsata binghami. Pada jarak yang berdekatan pula ditemukan sebuah pohon parna tempat bersarang lebah hutan Apis dorsata dengan jumlah 1 koloni/sarang.  Sub spesis ini disebut Apis dorsata dorsata.
Dengan perpaduan antara kemampuan akademik dan pengalaman sebagai pakar lebah madu, para peserta terus dituntun untuk semakin mengenal lebah hutan Apis dorsata bersama vegetasinya, hingga mempraktekkan metode sarang buatan  “tali jemuran”. Kesibukan lain yang menggirahkan rasa ingin tahu para peserta terlihat disekitar tempat kerja  K. Pentury, S.Si, yang akrab dipanggil pa Kres untuk memastikan identifikasi spesis lebah hutan. Mengakhiri kegiatan di Regoha, telah dipilih 3 orang koordinator Kelompok Masyarakat Pemburu Lebah Hutan Pulau Sermata, yakni; Austen Kay, Nikodemus Onaola dan John Tarekar. Ketiga Koordiantor ini akan mengkoordinir pembentukan kelompok di semua jemaat dan desa. 
           
Kemudian pada tanggal 23 - 25 Oktober 2014, dilanjutkan dengan penelitian jenis, pohon tempat sarang lebah, flora pakan lebah hutan Apis dorsata dengan metode observasi diskritif dan analisa data dengan metode random di  dusun Loltulu, desa Rotnama, dan desa Lelang di pulau Sermata. Saat menyusuri hutan dusun Loltulu, ditemukan pula 34 koloni lebah hutan Apis dorsata binghami, selain itu ditemukan pula koloni lebah hutan pada dinding batu, namun tidak dapat dipanjat dan sulit mengidentifikasinya. Perjalanan dilanjutkan ke desa Rotnama dengan temuan 43 koloni pada pohon parna. Setelah menggunakan motor laut ke desa Mahaleta,  kami menggunakan motor roda dua menuju Lelang, pusat Kecamatan Mdona Hyera. Setelah melakukan beberapa persiapan, perjalanan dilanjutkan sejauh + 3 km arah utara ke tanjung garam. Ditemukan 6 koloni lebah hutan pada dinding bantu. Para pemburu lebah memanjat dinding batu dengan dibantu tangga bambu dan membawa turun lebah yang telah ditangkap untuk diidentifikasi. Ternyata, ditemukan satu lagi sub sepsis lebah hutan Apis dorsata brevivule dengan rasa madu yang agak pahit. Dalam catatan penilitian di dunia selama ini, penyebaran sub sepsis lebah hutan Apis dorsata brevivule hanya ada di Philipina. Kini, penyebaran Apis dorsata brevivule juga ada di Maluku, khususnya di pulau Sermata. Keesokan harinya  dalam perjalanan kembali ke desa Mahaleta, pa Bob sempat diminta oleh para pemburu lebah untuk menuntun mereka melakukan panen koloni lebah hutan pada sebuah pohon salawaku dengan jumlah 23 koloni lebah hutan. Yang menarik, ada seorang pemburu lebah yang dapat menerapkan materi yang telah diperoleh, melalui  kemampuannya  membawa turun 8 (delapan) pupa calon ratu lebah hutan.

Sambil menunggu hasil analisa akademis, ternyata sudah dapat dipastikan bahwa telah ditemukan ketiga sub sepsis lebah hutan Apis dorsata di pulau Sermata, Kecamatan Mdona Hyera, yakni; Apis dorsata dorsata, Apis dorsata binghami, dan Apis dorsata brevivule dengan rata-rata berada di ketinggian 30-60 meter. Demikian pula telah diperkirakan, jumlah koloni lebah hutan Apis dorsata binghami  dengan jumlah minimal yang dapat mengalahkan rekor India. Dan penyebaran Apis dorsata brevivule tidak hanya di Philipina, tetapi juga di pulau Sermata. Menurut informasi warga masyarakat, ada pula jumlah koloni Apis dorsata binghami  pada berbagai jenis pohon dan Apis dorsata brevivule pada dinding batu yang bisa mencapai jumlah ratusan.
Ternyata, terus terlihat antusiasme warga jemaat/masyarakat pasca sosialisasi dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan seputar potensi lebah hutan dan pengelolaannya. Waktu istirahat malam kami jadi terganggu, karena pa Bob harus melayani permintaan 33 warga Jemaat GPM Lelang untuk menjelaskan dan menjawab sejumlah pertanyaan.   

Sebagai salah satu Dewan Pakar Asosiasi Perlebahan Indonesia (API) sejak tahun 2010, Ir. J.A.S. Lamerkabel, M.Si menyatakan pulau Sermata sebagai salah satu pulau kecil di Maluku, di Indonesia, bahkan di dunia yang memiliki potensi pengembangan lebah hutan Apis dorsata yang luar biasa. Dari temuan 167 koloni, maka estimasi produksi madu diperkirakan  untuk pulau Sermata sebagai berikut :
Ø  Untuk sekali panen, dengan rata-rata  5.000 Koloni lebah Apis dorsata akan menghasilkan madu sebanyak 125.000 kg. Jika panen berazaskan lingkungan, maka bisa terjadi 4 kali panen dalam setahun, sehingga produksi madu akan mencapai 500.000 kg.
Ø  Itu berarti dengan perhitungan harga madu Rp. 80.000 per kg, maka dalam sekali panen masyarakat pemburu lebah akan menghasilkan uang sebanyak Rp. 10.000.000.000. Dan untuk 4 kali panen dalam setahun akan mencapai angka Rp. 40.000.000.000,-
Ø  Estimasi diatas masih hanya terbatas pada produk madu. Masih ada produk lainnya; Bee Bread (roti lebah) dan Bee Waks (lilin lebah) yang bernilai ekonomis. Juga perhitungan koloni lebah hutan diatas masih hanya terbatas pada koloni/sarang alami, belum terhitung jika bertambahnya koloni/sarang buatan.

Mengakhiri perjalanan di pulau Sermata, dan saat menyebrang ke pulau Luang, kami terus membangun diskusi dan komitmen untuk menindaklanjuti langkah-langkah pengembangannya hingga 2 tahun mendatang. Langkah awal bersama Klasis GPM Pp. Babar adalah mengurangi resiko kecelakaan para pemburu lebah hutan saat memanjat pohon, menghindari kerusakan koloni lebah hutan saat panen, memproduksi sarang lebah yang berazaskan lingkungan dan higenis, memantau peningkatan jumlah koloni lebah hutan dengan metode sarang buatan  “tiang jumuran”, dan penyelamatan lingkungan hidup, terutama pohon tempat bersarang dan flora pakan lebah hutan.
Saat meninggalkan pulau Sermata menuju pulau Luang untuk menunggu tibanya KM. Sabuk Nusantara 43, ternyata ada saja lebah hutan Apis dorsata yang turut mengantarkan kami hingga ke tengah laut. 
Ternyata bukan saja cerita, tetapi fakta yang diperoleh selama mengelilingi pulau Sermata selama 4 hari dengan perjalanan sejauh + 47 km.
Kesempatan ini, perkenankan Klasis GPM Pp. Babar mengajak  Pemda Kab. Maluku Barat Daya, Pemda Provinsi Maluku serta semua pihak untuk memberikan perhatian pada Pulau Sermata, pulau yang terlupakan selama ini, tetapi “Pulau Yang Berlimpah Madu”.

Rabu, 08 Januari 2014

KM. PANGRANGO TIDAK LAGI MENYINGGAHI SEJUMLAH PELABUHAN DI MALUKU BARAT DAYA, MASYARAKAT KEMBALI DIPAKSA MENIKMATI PENDERITAAN DIATAS KAPAL LAUT.

Sejak dioperasikannya KM. Pangrango menyinggahi sejumlah pelabuhan di wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya, masyarakat merasakan adanya peningkatan kualitas pelayanan angkutan laut. Kualitas pelayanan yang dirasakan menunjuk pada perlakuan kepada masyarakat yang lebih “manusiawi”. Kehadiran sejumlah kapal Perintis Cargo dan Perintis Penumpang beberapa tahun terakhir  ini belum sepenuhnya memperlihatkan peningkatan kualitas pelayanan angkutan laut. Belakangan ini kami mendapat informasi tentang perubahan rute KM. Pangrango yang hanya melayari rute sampai di Saumlaki. Itu Berarti KM. Pangrango tidak lagi melayani sejumlah rute di wilayah Maluku Barat Daya.

Ternyata informasi tesebut benar. Dari JADWAL TAHUNAN KAPAL pada website PT. PELNI (PERSERO) mulai Januari 2014, diketahui KM. Pangrango tidak lagi menyinggahi pelabuhan Tepa, Letti, Kisar, dan Ilwaki (wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya). Jelang akhir tahun 2013, tersiar berita jika KM. Pangrango akan diganti dengan KM. Sabuk Nusantara 38. Sampai saat ini, tidak ada kepastian informasi tersebut. Yang pasti, saat ini masyarakat masih menunggu hasil tender kapal perintis. Dan secara keseluruhan, pengoperasian kapal Perintis sementara dihentikan, sehingga mengganggu pula aktifitas masyarakat yang sangat membutuhkan sarana angkutan laut.

Kabupaten Maluku Barat Daya adalah Kabupaten pemekaran dari Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Sebagai bagian dari Provinsi Maluku, wilayah Maluku Barat Daya selama ini dikenal dan disebut-sebut “Tenggara Jauh”. Atau dalam sebutan identik lainnya; “Maluku Sengsara”. Sebutan tersebut karena berdasarkan kesulitan trasportasi laut dan standar transportasi kapal laut yang tidak manusiawi. Sebelumnya, kebutuhan transpotasi laut untuk masyarakat di pulau-pulau sangat terabaikan. Malah dapat dikatakan sampai sekarang, sekalipun jumlah kapal perintis cargo dan perintis penumpang bersubsidi cukup banyak. Kenyataan yang masih dialami sekarang adalah :

-    Kapal perintis penumpang maupun perintis cargo, tidak memiliki jadwal singgah yang jelas bagi masyarakat. Terutama kapal perintis cargo, hanya menguntungkan para pengusaha bermodal besar, sehingga terkadang menelantarkan penumpang. Rasanya, barang lebih diutamakan dari manusia.
-    Kapasitas kapal dan keadaan cuaca yang ekstrem akan sangat membahayakan keselamatan penumpang. Bukan pemandangan yang aneh jika ada kapal perintis cargo yang membawa muatan lebih dari batas normal, sehingga dalam pandangan kami tidak layak mengangkut penumpang. Tetapi, ketika ditanyakan, mereka dengan seenaknya mengatakan; “itu belum apa-apa !”
-    Aspek efektifitas dan efisiensi dalam berbagai hal sesuai kebutuhan masyarakat kepulauan masih tetap diabaikan dengan pengaturan rute dan waktu singgah di pelabuhan yang terkesan sesuka hati oleh pihak kapal ataupun pengelola kapal. Maksud kehadiran sejumlah kapal yang melayani masyarakat, justru menyulitkan masyarakat yang menggunakan jasa angkutan kapal tersebut.
-    Dari beberapa informasi dan amatan, adanya sejumlah keterbatasan fasilitas  layar yang semestinya tersedia di kapal, termasuk bagi keselamatan penumpang. Kami menyaksikan rusaknya sejumlah fasilitas yang seharusnya dinikmati oleh para penumpang.
-    Ada kecenderungan yang membedakan antara kapal perintis yang dikelola oleh PT. PELNI dan pihak swasta. Dalam pandangan kami, PT. PELNI lebih memperlihatkan pelayanan  kepada masyarakat, dibanding pihak pengelola swasta yang lebih fokus pada keuntungan perusahaan.

Terhadap kenyataan diatas, kami patut berterima kasih kepada pihak PT. PELNI  dan Pemerintah atas perhatiannya untuk mengoperasikan KM. Pangrango di sejumlah pelabuhan di Kabupaten Maluku Barat Daya, seperti ; Tepa, Letti, Kisar, dan Ilwaki. Kami sungguh merasakan bahwa kehadiran KM. Pangrango telah mengangkat “derajat kemanusiaan” masyarakat “Tenggara Jauh”. Kenyataannya KM. Pangrango benar-benar telah memenuhi kebutuhan trasportasi laut yang didambakan oleh kami, msyarakat yang sangat sering diabaikan.

Tidaklah berlebihan jika dapat dikatakan satu-satunya kapal yang menjadi kebangggan masyarakat Maluku Barat Daya adalah KM. Pangrango. Kapal yang dikelola PT. PELNI tersebut memiliki jadwal singgah yang jelas, mengutamakan pelayanan kepada penumpang, kapasitasnya yang layak dan dapat beroperasi pada cuaca ekstrem. Juga jarak tempuh yang efektif dan efisien untuk menyatukan pulau-pulau di Maluku. Banyak keunggulan juga dapat disebutkan oleh masyarakat lainnya. Pada intinya, masyarakat di Kabupaten Maluku Barat Daya sangat membutuhkan kehadiran KM. Pangrango. Malah, ada keinginan masyarakat untuk menambahkan rute KM. Pangrango di beberapa pelabuhan lainnya seperti di Letwurung (Kecamatan Babar Timur) dan Kaiwatu (pulau Moa, pusat Kabupaten Maluku Barat Daya).

Karena itu, kami patut mempertanyakan kebijakan PT. PELNI dan Pemerintah yang kini tidak lagi mengoperasikan KM. Pangrango menyinggahi sejumlah pelabuhan di Kabupaten Maluku Barat Daya. Jika salah satu alasan karena minimnya jumlah penumpang, tidaklah benar. Yang kami alami, penjualan tiket penumpang diatas kapal tidak menggunakan tiket yang dikeluarkan oleh PT. PELNI, sehingga bisa saja data naik-turun penumpang tidak sesuai dengan jumlah yang sebenarnya. Dengan memberikan secarik kertas dan atau hanya mencatat nama penumpang yang telah membayar tiket, dapatlah dipertanyakan kemana mengalirnya sejumlah uang pembayaran tiket tersebut ? Seringkali pula, saat membeli tiket kelas, dikatakan habis, sehingga kamar ABK-pun disewakan untuk para penumpang. Malah dalam percapakan terakhir diatas kapal dengan ABK KM. Pangrango pada pelayaran diakhir Desember 2013, mereka berkeinginan untuk tetap melayani rute di wilayah Maluku Barat Daya. 

Memang, ada banyak masalah seputar pelayanan sejumlah armada kapal yang dirasakan, namun keputusan untuk mengoperasikan KM. Pangrango yang melayani hingga sejumlah pelabuhan di kabupaten Maluku Barat Daya telah meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat. Kini, standar  pelayanan kapal laut sejenis KM. Pangrango adalah “standar pelayanan kemanusiaan”. Oleh sebab itu, jika KM. Pangrango atau kapal penumpang sejenisnya (termasuk dengan kapasitas yang lebih) tidak lagi dioperasikan di wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya, itu artinya PT. PELNI dan Pemerintah tidak lagi berpihak pada standar pelayanan kemanusiaan bagi masyarakat. Sangat ironis, kami merasakan adanya sejumlah kebijakan dan keputusan  yang tidak manusiawi. Kami yang baru saja menikmati peningkatan derajat kemanusiaan pada pelayanan kapal laut, kini dirampas kembali. 

Oleh karena itu, perkenankan kami mengatasnamakam umat sekaligus masyarakat di Kepulauan Babar dan  Maluku Barat Daya mintakan kesediaan Pimpinan PT. PELNI  dan Pemerintah untuk tetap mengoperasikan KM. Pangrango dengan rute Ambon – Saumlaki – Tepa – Letti – Kisar – Ilwaki – Kupang (pulang-pergi) dan dapat saja mempertimbangkan untuk menambah pelabuhan singgah lainnya di masa mendatang. Kami sangat berharap, permintaan kami ini ditanggapi secara arif sebagai bukti perhatian PT. PELNI dan Pemerintah kepada masyarakat di wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya, sebagai bagian utuh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, “Negara Kepulauan”.

Kamipun menghormati setiap kebijakan PT. PELNI dan Pemerintah untuk mengoperasikan sejumlah armada kapal penumpang (=”Kapal Putih”) guna peningkatan kualitas pelayanan transportasi laut bagi masyarakat. Karena itu, permintaan ini kami terkait dengan dukungan terhadap upaya dimaksud. Tentunya, kami akan sangat kecewa dan merasakan terabaikan lagi, jika jasa KM. Pangrango tidak lagi kami nikmati. Kamipun akan sangat berterimakasih jika ternyata PT. PELNI dan Pemerintah berpikir untuk menggantikan KM. Pangrango dengan kapal yang kapasitasnya lebih besar.  Terakhir, kami mendengar berbagai informasi jika KM. Pangrango akan diganti dengan kapal yang katanya hampir sama atau sedikit lebih besar dari KM. Panggarango. Namun, nampaknya ketidakpastian dan ketidakjelasan hampir menjadi jawabannya. 

Besar harapan kami, PT. PELNI dan Pemerintah akan memperhatikan kebutuhan masyarakat untuk angkutan kapal laut sekaligus mengarahkan setiap perusahan pengelola kapal untuk memperhatikan kualitas pelayanan trasportasi laut bagi masyarakat. Bukan sekedar untuk mementingkan keutungan bagi pribadi ataupun pihak tertentu, hingga terus menyengsarakan masyarakat yang sudah terlalu lama terpaksa menerima pelayanan kapal laut yang tidak manusiawi. Sebagai masyarakat pengguna jasa KM. Pangrango, kami mengusulkan pula agar sebaiknya dipertimbangkan untuk membatasi jumlah kapal Perintis Cargo, dan memberikan konsentrasi untuk mengoperasikan kapal penumpang sejenis KM. Pangrango.

Semoga jangan hanya kita bangga menjadi negara kepulauan, namun terus menutup mata terhadap penderitaan masyarakat kepulauan. Kalwedo !!!!
(09 Jan 2014)

Jumat, 12 April 2013

KOLMEDNY, Kisah Laor Februari dari Kampung Watrupun , Kepulauan Babar

Ternyata kebiasaan timba laor sudah dilakukan oleh orang tua-tua sejak dulu. Waktu bakar laor tidak berbeda dengan saat ini, yakni pada bulan Februari dan Maret. Ada satu cerita menarik disekitar kebiasaan timba laor pada bulan Februari (disebut “laor Februari”).
Seperti biasanya orang-orang di Babar pada umumnya, ada seorang tete (=kakek), namanya “TETE KOLA” juga mempersiapkan diri untuk timba laor. Saat matahari mulai tenggelam, semua orang mulai bersiap-siap untuk timba laor.  Perlengkapan yang harus dibawa adalah “nikliwra” (timba-timba yang awalnya dibuat dari benang putar oleh orang tua-tua, dimana pada bagian depan ditaruh kulit bia yang kecil sebagai pemberat-modelnya seperti sayap kelelawar), “purpurka” (bakul dari daun lontar), dan “wadky” (lobe). Waktu itu, lobe dibuat dari daun kelapa kering yang diikat rapat kemudian dibakar seperti obor. Ada juga yang memakai bambu kering, setelah dipotong dan dibuat seperti pelupu, kemudian diikat dan dibakar. Katanya, bambu keringlah yang bisa bertahan lama.
Saat TETE KOLA mulai turun ke laut untuk timba laor, ia  berdiri di atas sebuah batu dan mulai kelihatam laor mengelilinginya. Kemudian TETE KOLA mulai mengambil nikliwra. Sambil timba laor, ia berkata : “kalau kalian manusia, bawalah saya di kampung kalian”. Beberapa saat kemudian, laor yang mengelilinginya semakin banyak. Laor terus bertambah banyak dan tiba-tiba TETE KOLA yang sedang berdiri di atas batu itu telah diangkat dan dibawa oleh laor yang banyak itu. Sampai di tengah laut, TETE KOLA ditenggelamkan.
Sekejap ia menjadi kaget karena sudah berada di kampung laor. Sebagai orang asing, TETE KOLA mempunyai kebiasaan yang berbeda, termasuk makanan. Ia biasanya makan jagung, namun di kampung Laor makanan sehari-hari adalah otong dan gandum. TETE KOLA mengalami kesulitan besar. Kemudian ia menyampaikannya kepada raja Laor. Sambil menenangkan TETE KOLA, raja laor berkata : “sebaiknya makan apa yang ada saja dulu, nanti tahun depan baru kami mengantar kamu pulang”. Sejak saat bakar laor itulah, orang-orang menganggap TETE KOLA telah hilang.
Pada bulan Februari tahun berikutnya, kebiasaan itu terulang kembali. Orang di kampung-kampung mulai bersiap-siap untuk timba laor. Ternyata, raja laor setia pada janjinya kepada TETE KOLA untuk mengantar pulang ke tempatnya semula.  Tiba-tiba, ia sudah ada di tengah-tengah orang banyak. Betapa kagetnya semua orang karena tete Kola yang dianggap telah hilang, terlihat kembali lagi. Konon, kabarnya saat Tete KOLA kembali ke kampong, ia membawa otong dan gandum dari kampong laor, maka kemudian otong dan gandum juga tumbuh di Watrupun dan Manuwui. Sejak saat itu, setiap timba laor bulan Februari, orang-orang di Babar menyebutnya “KOLMEDNY” (TETE KOLA punya laor).
Setelah itu, kebiasaan timba laor diperkirakan terkait dengan cerita ini. Pada saat timba laor, orang tua-tua biasanya berkata-kata :
“Mawoka molei upe … mawuwi maweyo le warat tetem di. Lerdide sekatloi pes-pesa …. “
(“bakumpul jua tete-tete … katong  tunggu kamong dalam 1 tahun penuh ini. Hari ini katong menari bae-bae”)
Kalau kemudian saat orang-orang timba laor berteriak; “woka … woka … woka … kur …..”, diduga terkait dengan kata-kata di atas “mowoka ….” Sedangkan “kur ….” memperlihatkan sukacita orang menari (=seka). Jadi, saat timba laor itu seperti gerakan orang menari (=seka). Misalnya, sambil timba laor, orang mengatakan :
“ jo … jo …. Jo … seka tloi pespes o …. “
(ayo … katong seka bae-bae o …. ).
Ada juga komunikasi antara orang yang timba laor dengan laor, seakan laor seperti manusia :
“ yana mpiakiwat po … “
( jang bacubi  bole ….. )
Pada malam hari ketiga, waktu perpisahan, orang tua-tua biasa  mengucapkan kata-kata :
“meldide melakorni  itme nalwyora itme. Riri npolan le letni run’ni, warat li’ire pele twatrom oka. Kalwede !”
(malam ini malam terakhir, satu kasi suara satu. Masing-masing pulang di dia pung kampung halaman. Tahun depan baru katong baku dapa lai. Salamat !)
Menurut penuturan beberapa orang tua di desa Manuwui, dulu orang-orang dari Manuwui timba Lor di desa Watrupun. Saat timba laor, mereka tinggal selama 3 (tiga) hari. Umumnya, kebiasaan timba Laor dilakukan selama 3 (tiga) malam. Waktu itu, 1 (satu) bulan sebelum timba Laor, mereka sudah harus potong bambu tui dan dikeringkan untuk dijadikan lobe (penerangan saat timba laor). Saat inipun, beberapa orang tua bercerita, kalau dulu saat timba Laor, jika ditaburkan otong atau gandum, maka Laor akan berkumpul lebih cepat dan dalam jumlah yang sangat banyak. Demikian pula, seusai timba Laor, mereka semua kembali ke darat dan makan bersama di lakpona. Laor yang diperoleh, kemudian dibakar pada lombar pinang (pokoi). Setelah pamitan dengan Laor pada malam ketiga, merekapun saling berpamitan di lapkona. Setelah itu, orang-orang Manuwui kembali ke kampongnya yang berjarak 6 (enam) km dari Watrupun.
Ada tuturan lain yang menarik pula  seputar dengan kebiasaan timba laor sejak dulu.
-      Jika sudah diperhitungkan bulan yang tepat, ada kesepakatan bersama disertai tanda tibanya laor. Pada hari yang telah ditentukan bersama untuk timba laor, sejak pkl.12.00 (tepat tengah hari) hingga menuju ke pantai, orang-orang dilarang untuk menyapu di rumah, mandi, sisir rambut, dan memasak.
-   Saat berada di laut untuk timba laor, tidak boleh ludah, kentut, kencing, main-main laor, makan, merokok, pakai parfum.
-        Selesai timba laor dan kembali ke pantai barulah makan bekal.
-       Pada hari pertama timba laor, hasil yang didapat dan akan dikonsumsikan harus direbus saja. Tidak boleh berikan rempah-rempah. Sangat dilarang keras untuk tidak diberikan air lemong/jeruk karena nanti laor merasa pedis/sakit. Ada keyakinan, jika orang yang memberikan air lemong, pada hari kedua tidak lagi mendapat laor.
-       Orang tua-tua juga bisanya berpesan begini : “ingatang jang dong bicara sabarang-sabarang atau pandang enteng laor, jang sampe dong balari kamong kaya Tete KOLA”.
Kini, kebiasaan timba laor masih tetap terlihat pada bulan Februari dan Maret setiap tahun. Ada dua hari timba laor, dimana hari kedua dipahami sebagai kesempatan pamit. Saat tiba timba laor, orang-orang akan berbondong-bondong ke pantai pada sore hari, kemudian saat malam tiba, timba laor dimulai. Dari amatan beta, pada tahun 1970-an hingga 1990-an, orang-orang di Tepa masih timba laor di sekitar kilometer 1 sampai kilometer 4 arah Kolai. Namun, akhir-akhir ini sudah sangat kurang. Semua orang dari Tepa akan memilih ke Waitota dan Letsiara untuk timba laor. Konon kabarnya, orang-orang di Tepa tidak melaksanakan kebiasaan timba laor sesuai kebiasaan orang tua-tua dulu. Perlengkapan yang dibawa telah disesuaikan dengan perkembangan kini seperti;  “nikliwra”, dibuat dari kain kelambu, “purpurka”, juga dipersiapkan ember, juga karung, dan “wadky” digunakan lampu pertomaks, malah ada yang menggunakan lampu neon.
Semoga ada saja yang bisa kita ambil dari kisah kampung Watrupun. Misalnya, dalam kehidupan masyarakat Babar, komunikasi tidak hanya antar manusia, tetapi dengan ciptaan Tuhan lainnya (alam), sebuah komunikasi yang saling menghormati akan disertai dengan komitmen dalam wujud janji; “raja laor setia pada janjinya kepada tete KOLA”, juga sejumlah aturan seputar kebiasaan timba laor sejak dulu. Juga, rasa sukacita selalu diungkapkan dalam suasana kekeluargaan/persaudaraan, bukan saja antara manusia, tetapi juga dengan laor; “timba laor seperti menari (=seka) bersama”. “menari bersama laor”. Bukankah kita semua belajar tentang komitmen dan keseimbangan kehidupan bersama alam (=semua ciptaanNya). Semoga …..

Terima kasih untuk tuturan Tete Banci Mose (almarhum) dan bp. Ucu Etwiory, Tepa dan beberapa orang tua; bp. Taniel Reiwuty, bp. Ais Waliana, bp, Ot Maressy, bp. Zeth Mapussa di Manuwui.

Minggu, 13 Mei 2012

Dua Mahasiswa Asal Kepulauan Babar, Tim Olympiade Sains UNPPATI (beberapa cacatan dari Bandara Pattimura, Ambon)

Jumat, 12 Mei 2012, cuaca kota Ambon sejak pagi hingga sore sangat cerah. Jelang pkl.10.00 WIT, kami sudah bergeggas ke bandara Pattimura mengantarkan ponakan yang akan berangkat ke surabaya untuk mengikuti Olympiade Sains. Saat tiba di bandara, ia langsung bergabung dengan beberapa rekan mahasiswa yang sudah lebih dulu menunggu. Juga para Dosen Pendamping masih ditunggu. Mereka adalah Tim Olympiade Sains Universitas Pattimura (UNPATTI) yang akan berlomba di Surabaya. Awalnya, saya hanya berdiri dekat ponakan dan bercakap-cakap untuk kesiapan berangkat. Namun, percakapan menjadi serius ketika saya mulai mengetahui kalau mereka yang akan berangkat ini mewakili Indonesia Timur dan diantaranya ada dua mahasiswa asal Kepulauan Babar, yakni; Windy Mosse (FKIP, jurusan MIPA, prodi Pendidikan Biologi – semester 4) dan Romario Imuly (FKIP, jurusan MIPA, prodi Pendidikan Matematika – semester 6). Selanjutnya dijelaskan, mereka telah melewati beberapa tahap seleksi yang dilaksanankan di Ambon bersama para mahasiswa dari beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia Timur. UNPATTI menyertakan lebih 20 mahasiswa diantara sekitar 200 mahasiswa yang diikutsertakan untuk bidang Matematika, Biologi, Kimia dan Fisika. Dan ternyata, UNPATTI mewakili Indonesia Timur untuk Olympiade Biologi dan Matematika. Saya kagum untuk kedua mahasiswa asal Kepulauan Babar yang terpilih dalam Tim UNPATTI. Mereka terpilih dan bahkan dikatakan terbaik dari sejumlah mahasiswa dari beberapa Perguruan Tinggi. Kesempatan inipun, saya mintakan untuk berfoto bersama anak perempuanku dan salah satu mahasiswa asal Kepulauan Babar. Semoga anakku bisa seperti mereka. Beberapa saat kemudian, sebelum mereka dipersilahkan masuk, saya menyampaikan apresiasi dan ucapan selamat berjuang. Saya bersama beberapa orang tua menuju ruang bagi para pengantar di lantai dua. Anak perempuanku yang berusia 5 tahun 1 bulan lebih, berlari untuk menaiki tangga agar lebih cepat dapat melihat kakaknya yang akan “terbang”. Di ruangan yang dikelilingi dinding kaca itu, kami menjumpai beberapa burung kecil yang lincah dan terbang kesana-kemari. Sayangnya ekornya tidak panjang. Tapi, anakku dengan gembira mengatakan, “papa, itu burung Sibloloi, seperti di Tepa”. Hebat, anakku sangat mengenal dan hafal nama burung yang kini semakin langka di Kepulauan Babar. Saya membayangkan sekaligus bertanya dalam hati; kapan, kota Tepa seperti kota Ambon ? Kalaupun burung Sibloli semakin hilang, bagaimana jadinya jika kota Tepa berubah menjadi hutan beton ? Sambil menunggu keberangkatan pesawat Batavia Air, saya melanjutkan percakapan dengan seorang ibu dari satu-satunya mahasiswi asal Kepulauan Babar dari Tim UNPATTI. Ia bercerita tentang kemaunan keras anak perempuannya. Anaknya pernah mengikuti seleksi Olympiade Sains yang disponsori oleh Pertamina, tapi gagal. Kali ini baru bisa berhasil, namun ia masih harus melewati lagi seleksi tingkat nasional di Surabaya. Karena prestasinya di kampus, ia diberikan beasiswa berprestasi. Ketika saya menanyakan seputar pemenuhan biaya studi anaknya, ibu tersebut menyatakan rasa syukurnya dengan bantuan beasiswa dari kampus, karena dapat meringankan beban biaya pendidikan yang juga dibutuhkan untuk kedua adiknya. Sayapun, mencoba mendapat informasi tentang mahasiswa asal Kepulauan Babar lain, orang tuanya berdomisili di Karangpanjang. Hampir bisa ditebak, wilayah tersebut paling sering disebut “kampong Tepa”. Sesekali saya harus memperhatikan anakku yang berlari dengan beberapa anak sebaya, namun akhirnya ia sudah mulai merengek minta pulang karena “napioti”. Memang, saat kami bergegas ke bandara, ia berkeras untuk ikut. Saya kemudian mengajaknya untuk memperhatikan pesawat yang mendarat dan kemudian terbang lagi, diantaranya Sriwijaya Air, Winggs Air, dan Batavia Air. Pernah dalam satu penerbangan dari Saumlaki ke Ambon, anakku terus menangis dan minta turun. Maklum, dia lebih akrab dengan kapal laut daripada kapal udara. Memang bunyi pesawat yang memekik tidak terbiasa ditelinganya, sehingga ia menutup kedua telinga dan membisikan; “papa, ade takut”. Ibu yang berada disamping saya, mulai bercerita tentang pesawat terbang kepada anakku. Saya ikut mendengarkan dan meminta anakku agar tidak takut lagi. Anakku memang suka banyak bertanya, sampai-sampai ia bertanya; “lalu, kenapa pasawat Sukhoi jatuh ?” Saatnya Batavia Air lepas landas. Saya memperhatikan beberapa orang, termasuk ekpresi orang tua yang mengantar anaknya. Ada rasa bahagia, tetapi juga bisa saja ada rasa kekuatiran karena media masa masih terus menyampaikan liputan seputar tragedi Sukhoi. Sebelum, kami meninggalkan ruangan lantai dua yang berdinding kaca itu, ibu tadi kembali menceritakan apa yang disampaikan oleh Rektor UNPATTI. Sehari sebelum berangkat, mereka bertatapmuka dengan Rektor. Mereka dinasehati dan diberikan motivasi untuk berjuang dalam perlombaan di Surabaya. Lalu beliaupun sempat bertanya, siapa diantara mereka yang belum pernah naik pesawat terbang. Anaknya, salah satu diantara mereka yang akhirnya malu-malu mengacungkan tangan. Kami tersenyum mendengarkannya, namun saya tetap menunjukkan kegaguman terhadap anak-anak itu. Mereka akhirnya memperoleh kesempatan naik pesawat terbang melalui sebuah perjuangan keras. Anak-anak sesusia mereka belum punya pengasilan (=uang), tapi mereka punya “otak yang terasah”. Ada hikmah yang tidak saya bayangkan untuk hari ini, saat beberapa menit bersama Tim Olympiade Sains UNPATTI. Sebenarnya banyak anak-anak asal Kepuluan Babar yang berprestasi. Mereka ini haruslah terus didukung untuk mencapai prestasi yang terbaik sebagai bagian dari upaya bersama menyiapkan sumber daya manusia Kepulauan Babar, terutama di Perguruan Tinggi baik di Provinsi Maluku maupun di wilayah lainnya di Indonesia. Sekalipun anakku belum mengerti banyak hal, namun saya sangat berharap ada saja cerita yang akan dibawa pulang ke Tepa untuk memulai langkahnya di kelas 1 SD. Kiranya ia dapat membantu saya dan mamanya untuk menuntunnya bersama teman-temannya mencapai prestasi seperti kakak-kakaknya. Mereka yang dibawa terbang oleh Batavia Air. Sukses untuk Tim Olympiade Sains UNPATTI. Kalwedo !

Sabtu, 10 Desember 2011

PANTUN ADAT KEPULAUAN BABAR

(Abraham Beresaby)

Setelah menyelesaikan tulisan ini, barulah saya menyadari bahwa ada banyak hal yang telah hilang dalam sejarah kehidupan masyarakat Kepulauan Babar. Kehilangan itu terasa menyakitkan karena terkait dengan makna diri. Tatanan kehidupan yang telah dibangun sejak dulu, nyaris runtuh. Tidak saja soal bentuk, tetapi nilai-nilai yang terus ditenggelamkan oleh kuatnya gelombang dan arus zaman ini. Saya berharap, tulisan ini dapat menjadi bahan perenungan sekaligus memberikan inspirasi bagi “sobat-sobatku”.

Umumnya, Pantun Adat di Kepulauan Babar (Wuwlul Lauly dan Ilwyar Wakmer) dikelompokkan dalam 5 (lima) jenis, yakni : NYEN/DIAT, DIARKI, NYERTATATE/NYARPLALAWA, NYERNORE/NYERINYEKOR/NYARLORA, dan NYERINYOWE/NYARANLUTURE. Hingga kini, pantun-pantun adat dimaksud adalah pantun yang sudah ada sejak dulu tentang cerita-cerita sejarah, keturunan, asal-muasal, dll. Pantun-pantun seperti ini dinyanyikan seperti aslinya, dan tidak harus menambahkan ataupun mengurangi satu hurufpun. Ada juga Pantun adat yang diciptakan sendiri untuk menyampaikan maksud-maksud tertentu dalam kehidupan bersama. Sekalipun diciptakan sendiri, sebuah pantun adat harus tetap memperlihatkan ketentuan yang semestinya sebagai pantun adat.

Sejak awal, dalam tatanan kehidupan masyarakat adat, pantun-pantun digunakan untuk mengkomunikasikan berbagai hal, seperti; saling memperkenalkan diri sebagai satu darah, saling menasehati, mempersatukan/mendamaikan orang bertengkar/berkelahi, saling menolong (meminta barang dari orang lain)/saling melayani, mengungkapkan cinta/hubungan antara anak muda, bahkan dapat juga digunakan sebagai doa. Khusus untuk doa adat (bahasa Tela/Masbuar ; “NYORKA”), tidak bisa dinyanyikan oleh sembarang orang. Sebagai media komunikasi, pantuan adat juga dapat dipahami sebagai “surat” yang dikirim dari satu kampung ke kampung lain untuk meminta bantuan. Misalnya, orang Nusiata (Noyata) dapat meminta makanan dari orang Masbuar. Setibanya orang Nusiata di Masbuar, mereka akan menyanyikan pantun yang dibawa dari Nusiata. Orang Masbuar yang mendengar pantun tersebut akan mengetahui pesan berupa permintaan bantuan tersebut.

Jadi dapat dikatakan bahwa pantuan adat pada masanya berfungsi sebagai media komunikasi dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam pengertian itu, maka tentu saja pantun adat memiliki kekuatan dalam pembentukan tatanan kehidupan masyarakat Babar. Sekalipun, sekarang pantun adat tidak lagi berfungsi sebagaimana awalnya, saya tetep berkeyakinan bahwa pantun adat telah memberikan sumbangan signifikan bagi pembentukan karakter masyarakat Kepulauan Babar. Saya mencontohkan beberapa saja. Ada aturan saat menyanyikan NYERTATATE/NYARPLALAWA (pantun panjang), jika ada orang tua-tua, maka anak muda cukup menyanyi 2 atau 3 bait saja. Tidak bisa lebih. Hanya orang tua yang bisa menyanyi sampai 4 bait. Demikian pula DIARKI dan NYORKA yang tidak bisa dinyanyikan oleh sembarang orang. Hanya orang orang tertentu/yang memiliki “tempat khusus” yang bisa menyanykannya. Saya memahami adanya pesan bagi tata kehidupan bersama. Bahwa orang muda diajarkan untuk tunduk/tidak bisa bertindak lebih dari orang tua. Demikian pula setiap orang diberikan kewenangannya sesuai perannya masing-masing. Karena itu, pantun adat di Kepulauan Babar mengandung berbagai nilai kehidupan bagi masyarakat baik secara pribadi, keluarga, kampung, maupun antar kampung. Ada kurang lebih tiga nilai, yakni Kekeluargaan/persaudaraan, keterbukaan, dan kemanusiaan.

Kekeluargaan/persaudaraan. Sebagai media komunikasi, pantun adat dinyanyikan saat orang-orang duduk bersama (=”dudu adat”). Kalaupun dinyanyikan bukan sementara dudu adat, selalu saja ditujukan kepada orang tertentu dalam rasa kekeluargaan dan persaudaraan. Khusus untuk dudu adat, sering terjadi keributan sebelum ataupun saat berlangsung. Jika orang tidak mengerti dengan baik, maka orang yang tidak mengerti itu bisa beranggapan pastilah akan terjadi kekacauan. Tetapi, sebenarnya tidak. Ada ungkapan begini; “biking bole, supaya katong dudu”. Dalam perspektif nilai kekeluargaan ini pula, termasuk di dalamnya sistem dan peran sosial, dimana keluarga sebagai kelompok masyarakat yang terkecil. Dalam setiap keluarga, telah dibagi peran masing-masing, baik ibu-bapa, laki-laki dewasa, laki-laki muda, perempuan muda, gadis, anak-cucu. Peran tersebut kemudian dikembangkan dalam suatu sistem sosial yang semakin luas. Kita dapat memahami adanya tata hidup bersama, baik sebagai pribadi, keluarga, antar mata rumah, maupun dengan kampung lain, termasuk ikatan-ikatan persahabatan (=sobat). Juga peran-peran tertentu dalam urusan adat dan pemerintahan, seperti ketua-ketua adat, orang tua-tua, kepala-kepala pemerintahan, dan pengurus organisasi. Jadi, dapatlah dikatakan adanya ikatan-ikatan kekeluargaan/persaudaraan yang tertata baik sesuai perannya masing masing.

Keterbukaan. Dapatlah dikatakan, “bahwa orang dulu-dulu sangat polos”, ataupun “mereka bicara tanpa pakai amplop”. Sikap ini masih terlihat pada beberapa orang tua-tua yang masih hidup (generasi tertua). Mereka menyampaikan sesuatu maksud apa adanya, sekalipun dalam pantun adat selalu digunakan perumpanaan. Karena mereka berbicara apa adanya, seringkali orang lain tidak bisa menerimanya. Apalagi terkait dengan perbuatan yang memalukan ataupun tekanan bagi orang/pihak yang dipersalahkan. Menariknya, pantun adat dapat berperan untuk mengkomunikasikan setiap maksud, termasuk dalam situasi tidak bisa diterima orang lain, bahkan dalam keadaan genting sekalipun. Sudah menjadi suatu pemandangan yang hikmat, saat pantun adat dinyanyikan, orang yang mendengarnya dapat meneteskan air mata. Semuanya terbuka bagi kebaikan bersama dalam ikatan kekeluargaan/persaudaraan.

Kemanusiaan. Sudahlah jelas, bahwa dalam setiap pantun adat mengandung kepedulian dan keprihatinan, tetapi sekaligus pemecahan terhadap berbagai persoalan yang dihadapi sebagai manusia (=masyarakat adat). Mulai dari urusan menunggu orang melahirkan, menjelaskan identitas/garis keturunan, asal, menyelesaikan pertentangan/perkelahian, saling membantu/saling melayani, mengungkapkan cinta/hubungan antara anak muda, membangun persaudaraan dan persahabatan, hubungan antar manusia di kampung yang berbeda, dll. Pantun adat dinyanyikan dalam berbagai keadaan yang dialami manusia, baik sukacita maupun dukacita, termasuk dalam keadaan berbahaya/tegang/genting sekalipun. Intinya, setiap permasalahan yang dialami haruslah disampaikan, dipecahkan, dan diupayakan penyelesaiannya. Karen itu, tidaklah salah jika saya mengatakan bahwa pantun adat memberikan pedoman hidup bagi manusia di Kepulauan Babar. Dan juga membentuk karakter/sikap hidup masyarakat Kepulauan Babar.

Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas, berikut ini dijelaskan kelima jenis pantun adat Kepulauan Babar :

1.NYEN/DIAT
-Pantun ini terdiri dari 4 bait (lebih singkat).
-Pantun ini lebih cocok dinyanyikan untuk mendamaikan pertengkaran/perkelahian antar pribadi, kampung, maupun pulau.
-Ragamnya sama dengan Diarki.

2.DIARKI
-Pantun ini terdiri dari lebih 4 bait
-Pantun ini disebut pula “Pantun Kebesaran”. Karena itu, tidak bisa dinyanyikan oleh sembarangan orang. Jadi hanya orang yang punya tempat tertentu dalam masyarakat adat.
-Pantun ini dinyanyiak saat “kasi dudu sejarah”, orang kawin, menyambut para pembesar, dll.
-Ragamnya sama dengan Diat.

3.NYERTATATE/NYARPLALAWA
-Pantun ini bisa terdiri dari 1, 2, 3, 4 bait, tetapi tidak bisa lebih dari 4 bait.
-Sekalipun tidak bisa lebih dari 4 bait, pantun ini sering disebut “Pantun Panjang”, karena bait-baitnya panjang.
-Sejak dulu dalam sebuah acara adat, jika duduk bersama ada orang tua-tua, maka anak muda yang bisa menyanyi pantun ini cukup 2 atau 3 bait. Hanya orang tua-tua yang bisa menyanyi sampai 4 bait. Kalau ada anak muda yang menyani sampai 4 bait, sering dibilang; “nanti umur pendek”.
-Pantun ini juga digunakan saat tutur sejarah, dan acara-acara adat yang resmi.
-Ragamnya berbeda dengan pantun lainnya, agak cepat dan melompat-lompat.

4.NYERNORE/NYERINYEKOR/NYARLORA
-Pantun ini terdiri dari 1 bait , dan terjadi pengulangan.
-Ragam pantun ini agak berbeda dengan ucapan “oho ………” yang panjang, seperti alunan obak di tengah laut atau menggambarkan keadaan orang yang sedang dalam pelayaran di tengah laut yang luas.

5.NYERINYOWE/NYARANLUTURE
-Pantun ini terdiri dari 2 bait.
-Pantun ini disebut “Pantun Iris”, atau “Pantun Pendek”, atau “Pantun Biasa”, atau “ Pantun Analutur”.
-Pantun ini biasanya dinyanyikan sambul duduk-duduk bersama, dalam keadaan santai ataukah setelah selesai mengurus masalah tertentu.
-Ada juga ucapan “oho ….”, tapi pendek saja.

Kiranya tulisan ini akan menjadi rangsangan berarti bagi upaya kita bersama untuk terus menemukan dan membangun nilai-nilai kehidupan sebagai masyarakat Kepulauan Babar. Makna dimaksud haruslah menjadi kekuatan/daya dorong (=spirit) yang tidak hanya untuk sekedar hidup, tetapi mengupayakan kehidupan masyarakat Kepulauan Babar yang manusiawi sebagai “Citra Allah”.

Akhirnya, saya patut berterima kasih kepada bp. Unu Okimekma, bp. L. Alyona, bp. Jan Watremny, bp. Oto Laipeny, bp. Ucu Etwiory untuk waktu dan tuturan seputar adat istiadat Kepuluan Babar. Juga alm. J. N. Romuty untuk karya tulis beliau yang dirampungkan pada tahun 1961. Mereka telah memberikan tuntunan berarti bagi saya dan anak-cucu Kepulauan Babar kapanpun dan dimanapun.



SYAIR PANTUN ADAT
(beberapa contoh)

NYEN/DIAT

1)Iploli pioli o … wulymyakweti (2x)
2)Wokewoko laremaktari (2x) ino/ine …
3)(ulang bait 1) mntorwuklelyo leleirwori
4)(ulang bait 2) nraiwukyo masenorwaly
Beta minta Tuhan pencipta
Beta minta Tuhan langit dan bumi
Seperti dua gelang yang disatukan/baku tagai
Seperti dua pasang mas yang terpisah, disatukan.
(pantun ini untuk mendamaikan orang yang bekelahi)

DIARKI

1)Iwario liremalilpia iwarliro pemalilyo
2)Rokukyo yatimyayo (2x) ine/ame ..
3)(ulang bait 1, hanya yang digaris bawah, Iwario liremalilpia) nmalilupe Adam
4)(ulang bait 2, hanya yang digaris bawah, Rokukyo yatimyayo) nmayoe meme Hawa
5((ulang bait 3, hanya yang digaris bawah, nmalilupe Adam) nkuiriwor peorepirkyo
6)(ulang bait 4, hanya yang digaris bawah, nmayoe meme Hawa) newano awelyiaty
Bicara putar bale, roh setan
Bicara putar bale, putar bale katong pung tete
Roh setan untung nene Hawa akhirnya jatuh ke dalam dosa
Allah memberikan AnakNya masuk ke dalam dunia
Mendamaikan manusia dengan Allah.
(bagi orang yang tahu benar, pantun ini biasanya dinyanyikan sampai selesai maksudnya. Cth. Tidak saja bicara putar bale, roh setan, manusia jatuh kedalam dosa, tetapi akhirnya Allah mendamaikan).


NYERTATATE/NYARPLALAWA

1)Lereolyo roti wukyo manyo meralitinyo nuyome lewekarom (ulangi hanya yang digaris bawah, 2x) wewe metyorakukyo
2)Imamaya wulyo motiruyo ilyawano iwaliryayo iwalyo rairinawelyo nuwomernakiwuyo (ulangi hanya yang digaris bawah, 2x) nmeronema kekyo
3)Liliyo munyorayama mimyekoko wulyayatin o .. anonailyewali (ulangi hanya yang digaris bawah, 2x) rayorewliekarir
4)Oriryo mneneoirir riminyo yanomyolio tepa lilyo mikyeryoro kukimyolono olikkien (ulangi hanya yang digaris bawah, 2x) nmero noti iwilyai o ..
Dihari-hari yang lalu, berhimpun sejumlak laki-laki yang bertarung dalam peperangan
Dengan pertolongan Tuhan, kini telah kembali di kampung dengan tidak tercecer diantara satupun
Atas dukungan dan doa dari orang tatua dan seluruh masyarakat
Kami mohon kepada orang yang bernazar supaya jangan berdiam diri, tetapi berdoa dan serahkanlah kehidupan mereka ini kepada Tuhan agar hidup mereka tetap utuh bagaikan mata rantai yang tidak terpisahkan.
(perhatikan, bait-bait yang panjang, dibandingkan dengan pantun yang lain)

NYERNORE/NYERINYEKOR/NYARLORA

1)Oho ….. (agak panjang) yerilyaro (2x)
Oho ………………………… yerilyaro yanalirwuyo notiyo …..
Oho ………………………… poinewlarye linamoye …..
Oho ………………………… yana lirwuyo notiyo ….
Sekarang beta sudah angkat layar
Tuhan jauhkan beta dari angin badai/topan
Supaya perahu ini berlayar diatas lautan yang teduh
Agar tiba di tempat tujuan dengan senang.
(pantun ini hanya 1 bait, namun terjadi pengulangan)

NYERINYOWE/NYARANLUTURE

1)Wuiraka rimoriyo … o neryeiwuk o …
2)Wulyyanmorio raiwawa o … o nwetana kaliperyai o …
Yesus laih ke dalam dunia
melepaskan tali dosa yang mengikat manusia.
(pantun ini disebut-sebut sebagai pantun pendek)


---

Minggu, 21 Agustus 2011

Inspirasi Leman Yap


Sambil menyelesaikan beberapa urusan Klasis usai Rapat Teknis di Ambon , saya sering mendengar dan berdiskusi dengan beberapa teman, termasuk di jB, juga jalan-jalan ke toko buku Gramedia di Amplas. Saya kemudian membeli sebuah buku yang lebih kurang dapat memberikan inspirasi terhadap isu sepitar kepemimpinan. Saya memang agak sungkang untuk membaginya sebab buku tersebut berisi kisah2 kepemimpinan China klasik serta aplikasinya dalam dunia moderen. Namun, ada dorongan keras untuk segera membaginya, karena ada sejumlah manfaat. Tidak saja kedalaman hikmat dari setiap peribahasa (Cheng YU), tetapi sayapun menyadari ada begitu banyak peribahasa, petuah, pantun adat alam kehidupan orang Maluku sejak leluhur, khususnya di kepulauan Babar yang memiliki kedalaman hikmat (nilai2 kearifan lokal).
Sebagai seorang Konsultan TI, Leman Yap telah menghasilkan 21 buku, yang sebagian besar adalah bestseller. Bahkan buku 50 Chinese Wisdom dan The Best of Chinese Sayings, dan menempati posisi 5 besar GPU tahun 2007 (nonfiksi) versi koran Tempo, edisi 31 Desember 2007. Bukunya yang baru saya baca adalah The Best of Chinese Leadership Wisdoms, setebal 195 halaman. Diawali sebuah pernyataan “seorang pemimpin yang sukses adalah mereka yang bisa membengaruhi dan memberdayakan sepenuhnya potensi orang lain dan membuat mereka bergerak”. Ia meyakini, sekalipun ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang begitu pesat, tetapi satu hal yang tidak lekang oleh zaman, yaitu esensi dari kebijaksanaan China klasik itu sendiri. Kisah2 ribuan tahun silam yang berkaitan dengan kepemimpinan, perilaku, dan manajemen sumber daya manusia masih relevan, bahkan di era globalisasi saat ini. Leman menuntun para pembaca untuk mempelajari kepemimpinan dalam bentuk storytelling yang dikutip dari “Cheng yu” dan dipadukan dengan kepemimpinan moderen.
Cheng yu adalah peribahasa Mandarin yang umumnya terdiri atas empat huruf dan banyak melukiskan kisah-kisah kebijaksanaan China klasik. Umumnya orang belum dapat mengerti arti dan makna dari ungkapan tersebut, sebelum membaca ceritanya. Empat huruf, tapi sarat makna. Cheng yu dapat diartikan idiom atau ungkapan dalam peribahasa Indonesia, tapi bedanya, setiap Cheng yu berasal dari sebuah kisah. Secara apik, Leman menyajikan sejumlah aspek yang lahir Chinese Leadership Wisdoms dalam 6 (enam) bagian. Sejumlah aspek itu seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin, antara lain :
1.Visi dan Komitmen
-Mempunyai visi dan cita-cita yang tinggi
-Mempunyai komitmen dan semangat
2.Skill
-Mampu berkomunikasi dengan baik
-Mampu membina hubungan yang baik
-Mampu menjadi pendengar yang baik
-Mampu menangani konflik
-Mampu mengantisipasi kedepan
-Mampu memberdayakan Timnya
-Mampu menilai orang lain
-Mampu mengambil keputusan (terbaik)
-Mampu memotivasi Tim.
3.Keberanian untuk Bertindak
-Berani mengambil inisiatif (pelopor)
-Berani menggunakan wewenang
-Berani menempatkan keadilan di atas segalanya
-Berani mengambil keputusan dan tindakan keras
4.Terus Bertumbuh
-Mau terus belajar
-Tidak terjebak dalam zona kenyamanan
5.Beretika-sosial
-Mempunyai integritas
-Bersedia minta maaf
-Harus menjadi teladan yang baik
-Jangan mencurigai
-Jangan habis manis sepah dibuang
-Mempunyai rasa peduli.
Pada bagian akhir (bagian keenam), Leman menyadarkan kita untuk sebuah hukum kepemimpinan bagi pembentukan sikap kepemimpinan, diantaranya; hukum reproduksi, hukum proses, hukum daya tarik-menarik, hukum kepercayaan dan hukum warisan. Salah satunya, “shu shi yang mao” artinya “orang yang berbakat, tetapi potensi tersebut tidak diasah (bahkan terlalu dimanja), sehingga menjadi tumpul dan tidak berguna”. Itu berarti sikap kepemimpinan tidak lahir dengan sendirinya.

Saya berharap, Leman Yap dapat memberikan inspirasi bagi kita yang galau terhadap sejumlah masalah kepemimpinan di kepulauan Babar. Kita, tidak harus terus kecewa dan marah, tetapi seharusnya menyikapinya dengan arif. Menemukan lagi kandungan nilai2 kearifan lokal mestinya menjadi salah satu pilihan. Metode storytelling dapat menjadi inspirasi guna menemukan hikmat dari kisah2/cerita2 rakyat sekaligus memberikan fondasi bagi tumbuhnya sikap kepemimpinan. Saya ingat cerita SISIASI, seorang pemimpin perempuan sekaligus pejuang rakyat di Telalora. Cerita, tikus penakluk burung Elang pemangsa rakyat negeri Masbuar. Ada juga berbagai pantun adat, dan yang lainnya. Kita bisa belajar untuk membangun kepemimpinan terkait dengan keenam aspek diatas (visi dan komitmen, skill, keberanian unguk bertindak, kemauan untuk terus tumbuh, dan beretika-sosial).

Semoga para generasi muda kepulauan Babar terus berproses dan mempersiapkan diri menjadi Pemimpin yang memiliki sikap kepemimpinan.

Jumat, 29 Juli 2011

Catatan di Gedung Gereja SILO, Ambon.

Pelatihan ANSOS untuk para Ketua dan Sekretaris Klasis se-GPM dan para Pendeta se-Klasis Kota Ambon telah dibuka hari ini dan akan berlangsung hingga tgl 3 Agusts. Pelatihan yg berlangsung di lantai dasar gedung gereja SILO serbagai bagian dari penguatan kapasitas para Pelayan GPM. setelah pembukaan oleh Ibu Lies Marantika, anggota MPH Sinode GPM, dilanjutkan dengan ANSOS dalam perspektif perencanaan GPM. sayang, MPH baru diminta kesediaan tadi malam, jadi tidak ada kesiapan. sesi ini kosong. kemudian, orientasi program (skenario pelatihan). Setelah itu, pesrta dibagi dalam 7 kelompok untuk mempercakapkan perbedaan matriks program lama & matriks program yang telah disetujui dalam sidang MPL Latuhalat & Sidang Sinode GPM akhir tahun lalu. setelah mendapat sejumlah penjelasan dan masukan dari para fasilitator, kelompok melanjutkan percakapan identifikasi masalah. ternyata hasil kerja kelompok harus direvisi.
Masalah adalah perbedaan antara harapan dan kenyataan .....
Masalah selalu berkaitan dengan kegelisahan ........
Beberapa kriteria dalam perumusan 1 masalah; stetmen rumusan maslah harus negatif, langsung ke maslah inti, harus dalam bentuk kalimat, bukan kata.
secara umum, para peserta mengikuti dengan setia dan reponsif.
Dalam arahan pembukaan, ibu Lies mengingatkan peserta agar tetep menjaga kesinambungan pelatihan ini dengan berbagai percakapan Rapat Teknis kemarin, terutama pemberlakuan renstra baik di tingkat sinode, klasis, maupun jemaat.
Menarik yang dikatakan oleh pa Butje Mailoa; ANSOS bukan sekedar instrumen, tetapi merupakan bagian dari upaya berteologi (cf. Markus 10 : 51); Tanya Yesus kepadanya: "Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?" Jawab orang buta itu: "Rabuni, supaya aku dapat melihat!". Dia mau orang yang buta itu dapat merumuskan kebutuhannya (pendekatan partisipatorik-program berbasis jemaat). ANSOS mempertemukan kemauan/harapan dng kebutuhan. pada tahun 2012, RENSTRA pelayanan mulai diberlakukan. pada Rapat teknis kemaren, telah disepakati adanya jemaat sample di klasis2. ada kesadaran bahwa tidak mungkin seluruh jemaat dapat memberlakukannya. karena itu, bagi jemaat yang belum memberlakukannya, harus tetap melakukan penetapan program dengan mempedomani PIP/RIPP, bukan pada kajian Tema & sub Tema. Seharusnya, dalam sebuah RENSTRA, terlihat adanya masalah dan harapan. untuk mencapai harapan dimaksud, dibutuhkan tindakan yang diterjemahkan dalam program dan kegiatan.

Hari kedua di Silo, cukup padat. Materi2 yang disajikan; Stakeholder Analysis, Key Informan, Semi-Struktur Intervew, Analisis Kelembagaan (Organizationnal Capacity Assessment Tool), Focus Group Discussion, Aktivitas Harian, Problem Tree Analysis, Objective Tree Analysis, Analisa Masalah & Tujuan Dalam Perspektif Spiritual Kristen. Butuh konsertrasi penuh, sampai2 wkt molor. Fasilitator; pa Boby Birahy, pa Ricky Palyama dan pa Butje mailoa tetap solid, para peserta tetap bertahan sekaligus larut dalam metode pelatihan yang efektif. Tak lupa atensi bung Jacky Manuputty yang membuat peserta tidak hanya cenyum, tp harus tertawa. Suasananya serius dan menyenangkan.
Secara keseluruhan, beta melihat bahwa para peserta tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Sangat terasa adanya upaya peningkatan kapasitas para peserta yang adalah para Ketua/Sekretaris Klasis dan para Pendeta se-Klasis Kota Ambon. Sejumlah pertanyaan dan jawaban merupakan bagian dari proses pendalaman sekaligus mempertajam perspetif ANSOS dalam kepentingan pengembangan pelayanan.
Diakui, terasa adanya pencerahan sekaligus penyegaran terhadap berbagai upaya pengembangan program dan aktifitas pelayanan yang cenderung "asal tetapkan", "asal buat". Pelatihan inipun telah memberikan sejumlah cacatan evaluatif seputar perencanaan, realisasi, dan capaian hasil dari program dan aktifitas pelayanan, baik di Klasis maupun jemaat.
Bentuk pendalaman lain terlihat pada dinamika kerja kelompok; diskusi, presentasi hasil, tanggapan peserta, serta revisi hasil kerja kelompok. sampai2 waktu harus ditambah oleh pa Butje Mailoa. Presentasi hasil kerja kelompok masih harus dilanjutkan pada hari esok, demikian pula Pedoman Pembuatan Logframe dan Pengantar dan Desain Praktek Lapangan.
Seharusnya, esok pagi para peserta yang telah dibagi dalam 7 kelompok sudah melakukan praktek lapangan (pengambilan data), tp kemungkinan baru dapat dilakukan pada jelang siang hari. Ke-7 kelompok telah dibagi untuk sejumlah segmen; Pengasuh, Pemuda, Perempuan, Majelis Jemaat, Laki-laki, Ojek, dan PNS.
Nah, masih banyak karja ne .... baru malam ini hujan ada turong .... smoga esok cerah ..... supaya praktek lapangan bajalang lancar ...... Kalwedo !!!!!