Sabtu, 10 Desember 2011

PANTUN ADAT KEPULAUAN BABAR

(Abraham Beresaby)

Setelah menyelesaikan tulisan ini, barulah saya menyadari bahwa ada banyak hal yang telah hilang dalam sejarah kehidupan masyarakat Kepulauan Babar. Kehilangan itu terasa menyakitkan karena terkait dengan makna diri. Tatanan kehidupan yang telah dibangun sejak dulu, nyaris runtuh. Tidak saja soal bentuk, tetapi nilai-nilai yang terus ditenggelamkan oleh kuatnya gelombang dan arus zaman ini. Saya berharap, tulisan ini dapat menjadi bahan perenungan sekaligus memberikan inspirasi bagi “sobat-sobatku”.

Umumnya, Pantun Adat di Kepulauan Babar (Wuwlul Lauly dan Ilwyar Wakmer) dikelompokkan dalam 5 (lima) jenis, yakni : NYEN/DIAT, DIARKI, NYERTATATE/NYARPLALAWA, NYERNORE/NYERINYEKOR/NYARLORA, dan NYERINYOWE/NYARANLUTURE. Hingga kini, pantun-pantun adat dimaksud adalah pantun yang sudah ada sejak dulu tentang cerita-cerita sejarah, keturunan, asal-muasal, dll. Pantun-pantun seperti ini dinyanyikan seperti aslinya, dan tidak harus menambahkan ataupun mengurangi satu hurufpun. Ada juga Pantun adat yang diciptakan sendiri untuk menyampaikan maksud-maksud tertentu dalam kehidupan bersama. Sekalipun diciptakan sendiri, sebuah pantun adat harus tetap memperlihatkan ketentuan yang semestinya sebagai pantun adat.

Sejak awal, dalam tatanan kehidupan masyarakat adat, pantun-pantun digunakan untuk mengkomunikasikan berbagai hal, seperti; saling memperkenalkan diri sebagai satu darah, saling menasehati, mempersatukan/mendamaikan orang bertengkar/berkelahi, saling menolong (meminta barang dari orang lain)/saling melayani, mengungkapkan cinta/hubungan antara anak muda, bahkan dapat juga digunakan sebagai doa. Khusus untuk doa adat (bahasa Tela/Masbuar ; “NYORKA”), tidak bisa dinyanyikan oleh sembarang orang. Sebagai media komunikasi, pantuan adat juga dapat dipahami sebagai “surat” yang dikirim dari satu kampung ke kampung lain untuk meminta bantuan. Misalnya, orang Nusiata (Noyata) dapat meminta makanan dari orang Masbuar. Setibanya orang Nusiata di Masbuar, mereka akan menyanyikan pantun yang dibawa dari Nusiata. Orang Masbuar yang mendengar pantun tersebut akan mengetahui pesan berupa permintaan bantuan tersebut.

Jadi dapat dikatakan bahwa pantuan adat pada masanya berfungsi sebagai media komunikasi dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam pengertian itu, maka tentu saja pantun adat memiliki kekuatan dalam pembentukan tatanan kehidupan masyarakat Babar. Sekalipun, sekarang pantun adat tidak lagi berfungsi sebagaimana awalnya, saya tetep berkeyakinan bahwa pantun adat telah memberikan sumbangan signifikan bagi pembentukan karakter masyarakat Kepulauan Babar. Saya mencontohkan beberapa saja. Ada aturan saat menyanyikan NYERTATATE/NYARPLALAWA (pantun panjang), jika ada orang tua-tua, maka anak muda cukup menyanyi 2 atau 3 bait saja. Tidak bisa lebih. Hanya orang tua yang bisa menyanyi sampai 4 bait. Demikian pula DIARKI dan NYORKA yang tidak bisa dinyanyikan oleh sembarang orang. Hanya orang orang tertentu/yang memiliki “tempat khusus” yang bisa menyanykannya. Saya memahami adanya pesan bagi tata kehidupan bersama. Bahwa orang muda diajarkan untuk tunduk/tidak bisa bertindak lebih dari orang tua. Demikian pula setiap orang diberikan kewenangannya sesuai perannya masing-masing. Karena itu, pantun adat di Kepulauan Babar mengandung berbagai nilai kehidupan bagi masyarakat baik secara pribadi, keluarga, kampung, maupun antar kampung. Ada kurang lebih tiga nilai, yakni Kekeluargaan/persaudaraan, keterbukaan, dan kemanusiaan.

Kekeluargaan/persaudaraan. Sebagai media komunikasi, pantun adat dinyanyikan saat orang-orang duduk bersama (=”dudu adat”). Kalaupun dinyanyikan bukan sementara dudu adat, selalu saja ditujukan kepada orang tertentu dalam rasa kekeluargaan dan persaudaraan. Khusus untuk dudu adat, sering terjadi keributan sebelum ataupun saat berlangsung. Jika orang tidak mengerti dengan baik, maka orang yang tidak mengerti itu bisa beranggapan pastilah akan terjadi kekacauan. Tetapi, sebenarnya tidak. Ada ungkapan begini; “biking bole, supaya katong dudu”. Dalam perspektif nilai kekeluargaan ini pula, termasuk di dalamnya sistem dan peran sosial, dimana keluarga sebagai kelompok masyarakat yang terkecil. Dalam setiap keluarga, telah dibagi peran masing-masing, baik ibu-bapa, laki-laki dewasa, laki-laki muda, perempuan muda, gadis, anak-cucu. Peran tersebut kemudian dikembangkan dalam suatu sistem sosial yang semakin luas. Kita dapat memahami adanya tata hidup bersama, baik sebagai pribadi, keluarga, antar mata rumah, maupun dengan kampung lain, termasuk ikatan-ikatan persahabatan (=sobat). Juga peran-peran tertentu dalam urusan adat dan pemerintahan, seperti ketua-ketua adat, orang tua-tua, kepala-kepala pemerintahan, dan pengurus organisasi. Jadi, dapatlah dikatakan adanya ikatan-ikatan kekeluargaan/persaudaraan yang tertata baik sesuai perannya masing masing.

Keterbukaan. Dapatlah dikatakan, “bahwa orang dulu-dulu sangat polos”, ataupun “mereka bicara tanpa pakai amplop”. Sikap ini masih terlihat pada beberapa orang tua-tua yang masih hidup (generasi tertua). Mereka menyampaikan sesuatu maksud apa adanya, sekalipun dalam pantun adat selalu digunakan perumpanaan. Karena mereka berbicara apa adanya, seringkali orang lain tidak bisa menerimanya. Apalagi terkait dengan perbuatan yang memalukan ataupun tekanan bagi orang/pihak yang dipersalahkan. Menariknya, pantun adat dapat berperan untuk mengkomunikasikan setiap maksud, termasuk dalam situasi tidak bisa diterima orang lain, bahkan dalam keadaan genting sekalipun. Sudah menjadi suatu pemandangan yang hikmat, saat pantun adat dinyanyikan, orang yang mendengarnya dapat meneteskan air mata. Semuanya terbuka bagi kebaikan bersama dalam ikatan kekeluargaan/persaudaraan.

Kemanusiaan. Sudahlah jelas, bahwa dalam setiap pantun adat mengandung kepedulian dan keprihatinan, tetapi sekaligus pemecahan terhadap berbagai persoalan yang dihadapi sebagai manusia (=masyarakat adat). Mulai dari urusan menunggu orang melahirkan, menjelaskan identitas/garis keturunan, asal, menyelesaikan pertentangan/perkelahian, saling membantu/saling melayani, mengungkapkan cinta/hubungan antara anak muda, membangun persaudaraan dan persahabatan, hubungan antar manusia di kampung yang berbeda, dll. Pantun adat dinyanyikan dalam berbagai keadaan yang dialami manusia, baik sukacita maupun dukacita, termasuk dalam keadaan berbahaya/tegang/genting sekalipun. Intinya, setiap permasalahan yang dialami haruslah disampaikan, dipecahkan, dan diupayakan penyelesaiannya. Karen itu, tidaklah salah jika saya mengatakan bahwa pantun adat memberikan pedoman hidup bagi manusia di Kepulauan Babar. Dan juga membentuk karakter/sikap hidup masyarakat Kepulauan Babar.

Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas, berikut ini dijelaskan kelima jenis pantun adat Kepulauan Babar :

1.NYEN/DIAT
-Pantun ini terdiri dari 4 bait (lebih singkat).
-Pantun ini lebih cocok dinyanyikan untuk mendamaikan pertengkaran/perkelahian antar pribadi, kampung, maupun pulau.
-Ragamnya sama dengan Diarki.

2.DIARKI
-Pantun ini terdiri dari lebih 4 bait
-Pantun ini disebut pula “Pantun Kebesaran”. Karena itu, tidak bisa dinyanyikan oleh sembarangan orang. Jadi hanya orang yang punya tempat tertentu dalam masyarakat adat.
-Pantun ini dinyanyiak saat “kasi dudu sejarah”, orang kawin, menyambut para pembesar, dll.
-Ragamnya sama dengan Diat.

3.NYERTATATE/NYARPLALAWA
-Pantun ini bisa terdiri dari 1, 2, 3, 4 bait, tetapi tidak bisa lebih dari 4 bait.
-Sekalipun tidak bisa lebih dari 4 bait, pantun ini sering disebut “Pantun Panjang”, karena bait-baitnya panjang.
-Sejak dulu dalam sebuah acara adat, jika duduk bersama ada orang tua-tua, maka anak muda yang bisa menyanyi pantun ini cukup 2 atau 3 bait. Hanya orang tua-tua yang bisa menyanyi sampai 4 bait. Kalau ada anak muda yang menyani sampai 4 bait, sering dibilang; “nanti umur pendek”.
-Pantun ini juga digunakan saat tutur sejarah, dan acara-acara adat yang resmi.
-Ragamnya berbeda dengan pantun lainnya, agak cepat dan melompat-lompat.

4.NYERNORE/NYERINYEKOR/NYARLORA
-Pantun ini terdiri dari 1 bait , dan terjadi pengulangan.
-Ragam pantun ini agak berbeda dengan ucapan “oho ………” yang panjang, seperti alunan obak di tengah laut atau menggambarkan keadaan orang yang sedang dalam pelayaran di tengah laut yang luas.

5.NYERINYOWE/NYARANLUTURE
-Pantun ini terdiri dari 2 bait.
-Pantun ini disebut “Pantun Iris”, atau “Pantun Pendek”, atau “Pantun Biasa”, atau “ Pantun Analutur”.
-Pantun ini biasanya dinyanyikan sambul duduk-duduk bersama, dalam keadaan santai ataukah setelah selesai mengurus masalah tertentu.
-Ada juga ucapan “oho ….”, tapi pendek saja.

Kiranya tulisan ini akan menjadi rangsangan berarti bagi upaya kita bersama untuk terus menemukan dan membangun nilai-nilai kehidupan sebagai masyarakat Kepulauan Babar. Makna dimaksud haruslah menjadi kekuatan/daya dorong (=spirit) yang tidak hanya untuk sekedar hidup, tetapi mengupayakan kehidupan masyarakat Kepulauan Babar yang manusiawi sebagai “Citra Allah”.

Akhirnya, saya patut berterima kasih kepada bp. Unu Okimekma, bp. L. Alyona, bp. Jan Watremny, bp. Oto Laipeny, bp. Ucu Etwiory untuk waktu dan tuturan seputar adat istiadat Kepuluan Babar. Juga alm. J. N. Romuty untuk karya tulis beliau yang dirampungkan pada tahun 1961. Mereka telah memberikan tuntunan berarti bagi saya dan anak-cucu Kepulauan Babar kapanpun dan dimanapun.



SYAIR PANTUN ADAT
(beberapa contoh)

NYEN/DIAT

1)Iploli pioli o … wulymyakweti (2x)
2)Wokewoko laremaktari (2x) ino/ine …
3)(ulang bait 1) mntorwuklelyo leleirwori
4)(ulang bait 2) nraiwukyo masenorwaly
Beta minta Tuhan pencipta
Beta minta Tuhan langit dan bumi
Seperti dua gelang yang disatukan/baku tagai
Seperti dua pasang mas yang terpisah, disatukan.
(pantun ini untuk mendamaikan orang yang bekelahi)

DIARKI

1)Iwario liremalilpia iwarliro pemalilyo
2)Rokukyo yatimyayo (2x) ine/ame ..
3)(ulang bait 1, hanya yang digaris bawah, Iwario liremalilpia) nmalilupe Adam
4)(ulang bait 2, hanya yang digaris bawah, Rokukyo yatimyayo) nmayoe meme Hawa
5((ulang bait 3, hanya yang digaris bawah, nmalilupe Adam) nkuiriwor peorepirkyo
6)(ulang bait 4, hanya yang digaris bawah, nmayoe meme Hawa) newano awelyiaty
Bicara putar bale, roh setan
Bicara putar bale, putar bale katong pung tete
Roh setan untung nene Hawa akhirnya jatuh ke dalam dosa
Allah memberikan AnakNya masuk ke dalam dunia
Mendamaikan manusia dengan Allah.
(bagi orang yang tahu benar, pantun ini biasanya dinyanyikan sampai selesai maksudnya. Cth. Tidak saja bicara putar bale, roh setan, manusia jatuh kedalam dosa, tetapi akhirnya Allah mendamaikan).


NYERTATATE/NYARPLALAWA

1)Lereolyo roti wukyo manyo meralitinyo nuyome lewekarom (ulangi hanya yang digaris bawah, 2x) wewe metyorakukyo
2)Imamaya wulyo motiruyo ilyawano iwaliryayo iwalyo rairinawelyo nuwomernakiwuyo (ulangi hanya yang digaris bawah, 2x) nmeronema kekyo
3)Liliyo munyorayama mimyekoko wulyayatin o .. anonailyewali (ulangi hanya yang digaris bawah, 2x) rayorewliekarir
4)Oriryo mneneoirir riminyo yanomyolio tepa lilyo mikyeryoro kukimyolono olikkien (ulangi hanya yang digaris bawah, 2x) nmero noti iwilyai o ..
Dihari-hari yang lalu, berhimpun sejumlak laki-laki yang bertarung dalam peperangan
Dengan pertolongan Tuhan, kini telah kembali di kampung dengan tidak tercecer diantara satupun
Atas dukungan dan doa dari orang tatua dan seluruh masyarakat
Kami mohon kepada orang yang bernazar supaya jangan berdiam diri, tetapi berdoa dan serahkanlah kehidupan mereka ini kepada Tuhan agar hidup mereka tetap utuh bagaikan mata rantai yang tidak terpisahkan.
(perhatikan, bait-bait yang panjang, dibandingkan dengan pantun yang lain)

NYERNORE/NYERINYEKOR/NYARLORA

1)Oho ….. (agak panjang) yerilyaro (2x)
Oho ………………………… yerilyaro yanalirwuyo notiyo …..
Oho ………………………… poinewlarye linamoye …..
Oho ………………………… yana lirwuyo notiyo ….
Sekarang beta sudah angkat layar
Tuhan jauhkan beta dari angin badai/topan
Supaya perahu ini berlayar diatas lautan yang teduh
Agar tiba di tempat tujuan dengan senang.
(pantun ini hanya 1 bait, namun terjadi pengulangan)

NYERINYOWE/NYARANLUTURE

1)Wuiraka rimoriyo … o neryeiwuk o …
2)Wulyyanmorio raiwawa o … o nwetana kaliperyai o …
Yesus laih ke dalam dunia
melepaskan tali dosa yang mengikat manusia.
(pantun ini disebut-sebut sebagai pantun pendek)


---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar