Minggu, 13 Mei 2012

Dua Mahasiswa Asal Kepulauan Babar, Tim Olympiade Sains UNPPATI (beberapa cacatan dari Bandara Pattimura, Ambon)

Jumat, 12 Mei 2012, cuaca kota Ambon sejak pagi hingga sore sangat cerah. Jelang pkl.10.00 WIT, kami sudah bergeggas ke bandara Pattimura mengantarkan ponakan yang akan berangkat ke surabaya untuk mengikuti Olympiade Sains. Saat tiba di bandara, ia langsung bergabung dengan beberapa rekan mahasiswa yang sudah lebih dulu menunggu. Juga para Dosen Pendamping masih ditunggu. Mereka adalah Tim Olympiade Sains Universitas Pattimura (UNPATTI) yang akan berlomba di Surabaya. Awalnya, saya hanya berdiri dekat ponakan dan bercakap-cakap untuk kesiapan berangkat. Namun, percakapan menjadi serius ketika saya mulai mengetahui kalau mereka yang akan berangkat ini mewakili Indonesia Timur dan diantaranya ada dua mahasiswa asal Kepulauan Babar, yakni; Windy Mosse (FKIP, jurusan MIPA, prodi Pendidikan Biologi – semester 4) dan Romario Imuly (FKIP, jurusan MIPA, prodi Pendidikan Matematika – semester 6). Selanjutnya dijelaskan, mereka telah melewati beberapa tahap seleksi yang dilaksanankan di Ambon bersama para mahasiswa dari beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia Timur. UNPATTI menyertakan lebih 20 mahasiswa diantara sekitar 200 mahasiswa yang diikutsertakan untuk bidang Matematika, Biologi, Kimia dan Fisika. Dan ternyata, UNPATTI mewakili Indonesia Timur untuk Olympiade Biologi dan Matematika. Saya kagum untuk kedua mahasiswa asal Kepulauan Babar yang terpilih dalam Tim UNPATTI. Mereka terpilih dan bahkan dikatakan terbaik dari sejumlah mahasiswa dari beberapa Perguruan Tinggi. Kesempatan inipun, saya mintakan untuk berfoto bersama anak perempuanku dan salah satu mahasiswa asal Kepulauan Babar. Semoga anakku bisa seperti mereka. Beberapa saat kemudian, sebelum mereka dipersilahkan masuk, saya menyampaikan apresiasi dan ucapan selamat berjuang. Saya bersama beberapa orang tua menuju ruang bagi para pengantar di lantai dua. Anak perempuanku yang berusia 5 tahun 1 bulan lebih, berlari untuk menaiki tangga agar lebih cepat dapat melihat kakaknya yang akan “terbang”. Di ruangan yang dikelilingi dinding kaca itu, kami menjumpai beberapa burung kecil yang lincah dan terbang kesana-kemari. Sayangnya ekornya tidak panjang. Tapi, anakku dengan gembira mengatakan, “papa, itu burung Sibloloi, seperti di Tepa”. Hebat, anakku sangat mengenal dan hafal nama burung yang kini semakin langka di Kepulauan Babar. Saya membayangkan sekaligus bertanya dalam hati; kapan, kota Tepa seperti kota Ambon ? Kalaupun burung Sibloli semakin hilang, bagaimana jadinya jika kota Tepa berubah menjadi hutan beton ? Sambil menunggu keberangkatan pesawat Batavia Air, saya melanjutkan percakapan dengan seorang ibu dari satu-satunya mahasiswi asal Kepulauan Babar dari Tim UNPATTI. Ia bercerita tentang kemaunan keras anak perempuannya. Anaknya pernah mengikuti seleksi Olympiade Sains yang disponsori oleh Pertamina, tapi gagal. Kali ini baru bisa berhasil, namun ia masih harus melewati lagi seleksi tingkat nasional di Surabaya. Karena prestasinya di kampus, ia diberikan beasiswa berprestasi. Ketika saya menanyakan seputar pemenuhan biaya studi anaknya, ibu tersebut menyatakan rasa syukurnya dengan bantuan beasiswa dari kampus, karena dapat meringankan beban biaya pendidikan yang juga dibutuhkan untuk kedua adiknya. Sayapun, mencoba mendapat informasi tentang mahasiswa asal Kepulauan Babar lain, orang tuanya berdomisili di Karangpanjang. Hampir bisa ditebak, wilayah tersebut paling sering disebut “kampong Tepa”. Sesekali saya harus memperhatikan anakku yang berlari dengan beberapa anak sebaya, namun akhirnya ia sudah mulai merengek minta pulang karena “napioti”. Memang, saat kami bergegas ke bandara, ia berkeras untuk ikut. Saya kemudian mengajaknya untuk memperhatikan pesawat yang mendarat dan kemudian terbang lagi, diantaranya Sriwijaya Air, Winggs Air, dan Batavia Air. Pernah dalam satu penerbangan dari Saumlaki ke Ambon, anakku terus menangis dan minta turun. Maklum, dia lebih akrab dengan kapal laut daripada kapal udara. Memang bunyi pesawat yang memekik tidak terbiasa ditelinganya, sehingga ia menutup kedua telinga dan membisikan; “papa, ade takut”. Ibu yang berada disamping saya, mulai bercerita tentang pesawat terbang kepada anakku. Saya ikut mendengarkan dan meminta anakku agar tidak takut lagi. Anakku memang suka banyak bertanya, sampai-sampai ia bertanya; “lalu, kenapa pasawat Sukhoi jatuh ?” Saatnya Batavia Air lepas landas. Saya memperhatikan beberapa orang, termasuk ekpresi orang tua yang mengantar anaknya. Ada rasa bahagia, tetapi juga bisa saja ada rasa kekuatiran karena media masa masih terus menyampaikan liputan seputar tragedi Sukhoi. Sebelum, kami meninggalkan ruangan lantai dua yang berdinding kaca itu, ibu tadi kembali menceritakan apa yang disampaikan oleh Rektor UNPATTI. Sehari sebelum berangkat, mereka bertatapmuka dengan Rektor. Mereka dinasehati dan diberikan motivasi untuk berjuang dalam perlombaan di Surabaya. Lalu beliaupun sempat bertanya, siapa diantara mereka yang belum pernah naik pesawat terbang. Anaknya, salah satu diantara mereka yang akhirnya malu-malu mengacungkan tangan. Kami tersenyum mendengarkannya, namun saya tetap menunjukkan kegaguman terhadap anak-anak itu. Mereka akhirnya memperoleh kesempatan naik pesawat terbang melalui sebuah perjuangan keras. Anak-anak sesusia mereka belum punya pengasilan (=uang), tapi mereka punya “otak yang terasah”. Ada hikmah yang tidak saya bayangkan untuk hari ini, saat beberapa menit bersama Tim Olympiade Sains UNPATTI. Sebenarnya banyak anak-anak asal Kepuluan Babar yang berprestasi. Mereka ini haruslah terus didukung untuk mencapai prestasi yang terbaik sebagai bagian dari upaya bersama menyiapkan sumber daya manusia Kepulauan Babar, terutama di Perguruan Tinggi baik di Provinsi Maluku maupun di wilayah lainnya di Indonesia. Sekalipun anakku belum mengerti banyak hal, namun saya sangat berharap ada saja cerita yang akan dibawa pulang ke Tepa untuk memulai langkahnya di kelas 1 SD. Kiranya ia dapat membantu saya dan mamanya untuk menuntunnya bersama teman-temannya mencapai prestasi seperti kakak-kakaknya. Mereka yang dibawa terbang oleh Batavia Air. Sukses untuk Tim Olympiade Sains UNPATTI. Kalwedo !

1 komentar: