Rabu, 15 Juni 2011

MANUHAROMA DAN PATHAROMA

Ternyata di pulau Luang dan Sermata (Kec. Mdona Hyera), masyarakat masih kuat mempertahankan warisan adat MANUHAROMA DAN PATHAROMA, Selama berada di Luang pada awal Mei lalu, saya sempat bertanya dan mendapat penjelasan tentang warisan adat tersebut. MANUHAROMA artinya anak mantu laki2, sedangkan PATHAROMA artinya anak mantu perempuan.

Peran dan tanggung jawab Manuharoma dan Patharoma terkait dengan posisinya dalam rumah dimana tempat dia kawin. Peran itu akan terlihat dalam acara-acara adat, terutama pada saat acara bangun rumah dan acara perkawinan. Pada saat acara dimaksud, Manuharoma diberikan tanggung jawab membawa babi (sesuai persyaratan adat), bunuh/potong babi, membawa rokok/tembakau, membagi-bagi rokok/tembakau kepada orang-orang yang hadir dalam acara adat. Sedang Patharoma mempunyai tanggung jawab bekerja di dapur; memasak, cuci piring, tumbuk jagung dan melayani jamuan makan. Pada prinsipnya Manuharoma dan Patharoma siap mendapat perintah dari mereka yang berperan dalam marga (Rumah Tua) dan melayani semua hal terkait dengan acara adat sampai selesai.

Saya pernah mengalaminya secara langsung saat pengresmian gedung gereja “Maranatha” Jemaat GPM Romkisar, salah satu jemaat di pulau Sermata. Pemandangan yang tidak biasanya, kami semua yang hadir, dikelilingi oleh laki-laki dan perempuan yang siap melayani. Mereka benar-benar siap, terlihat dari tatapan mata mereka yang tertuju pada setiap orang, apabila ada yang memerlukan sesuatu. Ketika rokok saya baru saja dibuang, langsung seorang perempuan langsung mendekati saya dan memberikan sebatang rokok. Saya agak kaget, bahkan agak malu, sebab ternyata perembuan itu usianya lebih tua dari saya. Dalam hati saya, “tidak pantas dia melayani saya” . Setelah dijelaskan, saya jadi mengerti dan diam-diam merenungkan apa yang baru saja terjadi.

Sedangkan, ada pula kesan dari pandangan beberapa orang yang kemudian menganggap peran dan tanggung jawab di atas sebagai beban, bahkan sebagai “suatu pemerasan” . Pandangan seperti ini, justru mulai disampaikan oleh beberapa generasi muda di pulau Sermata dan Luang yang pernah saya jumpai. Tidak banyak memang. Nampaknya, pandangan tersebut muncul karena alasan-alasan ekonomi. Malah ada yang kemudian mengatakan ; “kalau begitu, saya hanya bekerja untuk orang lain saja”.

Terlepas dari semua kekurangan dan kesalahan dalam pelaksanaan peran dan tanggung jawab Manuharoma dan Patharoma, saya melihat adanya sebuah upaya pembagian peran dan pembentukan sikap; melayani, bertanggung jawab, kepatuhan, penghargaan dalam satu kehidupan keluarga. Kita bisa belajar untuk menyikapi sejumlah persoalan seputar kenyataan di sekira kita; “ keluarga yang berantakan”, “kekerasan dalam rumah tangga”, dan “hancurnya sikap sopan santun”. Di Tepa, pada tanggal 20 Mei 2011 lalu, dicanangkan Pendidikan Karakter Nasional . Pencanangan ini sekaligus pelaksanaannya dalam kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah; PAUD sampai SMA/SMK (di Tepa tidak ada Perguruan Tinggi). Lalu, ada juga ungkapan “pendidikan seumur hidup”. Terakhir ini, tanpa kurikulum. Semoga, warisan budaya ini dapat menjadi bagian dari pembentukan karakter manusia Indonesia di Babar, khususnya di pulau Luang dan Sermata, bagian dari wilayah pelayanan Klasis GPM Pp. Babar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar